Pada masa Perang Dunia II, tepatnya tahun 1944, seorang jenderal kenamaan, Douglas McArthur, menullis sebuah puisi untuk putra tercintanya yang saat itu baru berusia 14 tahun. Puisi tersebut mencerminkan harapan seorang ayah kepada anaknya. Ia memberi sang anak puisi indah yang berjudul “Doa untuk Putraku”. Inilah isi puisi tersebut:
– Doa untuk Putraku –
Tuhanku..
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahuikelemahannya. Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan.
Tetap Jujur dan rendah hatidalam kemenangan.
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dantidakhanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.
Tuhanku…
Aku mohon, janganlahpimpinputerakudi jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan puteraku belajar untuktetap berdiridi tengah badaidan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.
Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.
Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka.
Putera yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.
Dan, setelah semua menjadi miliknya…
Berikan dia cukup rasa humor sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.
Tuhanku…
Berilah ia kerendahan hati…
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki…
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna…
Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”
Demikianlah Puisi Douglas McArthur yang menullis sebuah puisi untuk putra tercintanya pada masanya yang anaknya berusia 14 tahun. Semoga menginspirasi