Faktor terjadinya korupsi di indonesia Baik internal maupun eksternal
Korupsi di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu (internal) maupun faktor eksternal yang terkait dengan sistem sosial, politik, dan ekonomi. Berikut adalah beberapa faktor penyebab terjadinya korupsi, baik internal maupun eksternal:
Faktor Internal (Dari Dalam Individu)
- Karakter dan Moralitas yang Lemah
- Salah satu faktor utama terjadinya korupsi adalah rendahnya kesadaran moral dan etika di kalangan individu. Ketika seseorang tidak memiliki prinsip moral yang kuat atau merasa tidak ada konsekuensi besar atas tindakan buruk, mereka lebih cenderung melakukan korupsi.
- Keserakahan dan Keinginan untuk Hidup Mewah
- Keinginan untuk memperbaiki status ekonomi dengan cara cepat dan mudah, seperti memperoleh kekayaan secara tidak sah, mendorong seseorang untuk terlibat dalam tindakan korupsi. Hal ini sering kali diperburuk oleh budaya konsumtif yang mengutamakan penampilan sosial.
- Ketidakpuasan terhadap Penghasilan
- Banyak pejabat atau aparatur negara merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diemban. Hal ini dapat mendorong mereka untuk melakukan korupsi guna memenuhi kebutuhan hidup atau mencapai gaya hidup tertentu.
- Norma Sosial yang Mendukung Korupsi
- Di beberapa lingkungan, korupsi dianggap sebagai hal yang wajar atau bahkan diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ketika norma sosial ini mendominasi, individu cenderung mengikuti pola tersebut dan merasa bahwa korupsi adalah jalan keluar dari masalah.
- Penyalahgunaan Kekuasaan
- Mereka yang memiliki kekuasaan (seperti pejabat negara, polisi, dan aparat hukum) dapat menyalahgunakannya untuk memperkaya diri sendiri. Mereka mungkin merasa tidak ada pengawasan yang memadai atas tindakannya atau merasa dilindungi oleh posisi mereka.
Faktor Eksternal (Dari Sistem Sosial, Politik, dan Ekonomi)
- Sistem Hukum yang Lemah
- Ketika sistem hukum tidak tegas dan tidak efektif dalam menindak pelaku korupsi, hal ini menciptakan impunitas. Ketika pelaku korupsi merasa bahwa mereka dapat lolos dari hukuman, mereka lebih cenderung untuk melakukan tindak pidana tersebut.
- Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas
- Sistem pengawasan yang lemah, baik dalam sektor publik maupun privat, membuka peluang untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang. Tanpa adanya mekanisme kontrol yang transparan, korupsi sulit untuk terdeteksi dan dihentikan.
- Keterbatasan Pendidikan dan Penyuluhan Antikorupsi
- Pendidikan yang kurang mengedepankan nilai-nilai integritas dan antikorupsi berpotensi memperburuk masalah ini. Jika masyarakat tidak memahami dampak negatif dari korupsi atau tidak teredukasi tentang pentingnya melawan korupsi, mereka cenderung tidak sensitif terhadap permasalahan ini.
- Budaya Patronase dan Nepotisme
- Di Indonesia, sistem patronase yang masih dominan dalam beberapa sektor berkontribusi terhadap terjadinya korupsi. Dalam budaya ini, orang cenderung mendukung teman atau keluarga dalam mendapatkan posisi atau keuntungan tertentu, meskipun itu bertentangan dengan prinsip keadilan atau hukum.
- Tingkat Kemiskinan dan Ketidaksetaraan Sosial
- Ketidaksetaraan sosial dan tingkat kemiskinan yang tinggi mendorong sebagian orang untuk mencari cara cepat untuk mendapatkan uang lebih banyak. Korupsi, dalam hal ini, dilihat sebagai cara untuk “mengimbangi” ketidakadilan sosial atau untuk bertahan hidup di tengah kesulitan ekonomi.
- Politik Uang dan Pemilu
- Dalam dunia politik Indonesia, praktik politik uang seringkali menjadi masalah besar, terutama saat pemilu. Calon pejabat yang ingin terpilih sering kali memberikan uang atau fasilitas kepada pemilih atau partai politik untuk mendapatkan dukungan. Hal ini membuka peluang untuk korupsi, baik di tingkat politik maupun pemerintahan setelah terpilih.
Faktor Sistemik
- Peraturan yang Tidak Konsisten dan Tumpang Tindih
- Peraturan yang tumpang tindih dan sering berubah-ubah sering kali membingungkan dan membuka peluang untuk manipulasi atau pelanggaran. Hal ini juga menyulitkan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi.
Secara keseluruhan, korupsi di Indonesia adalah hasil dari interaksi antara faktor internal dan eksternal yang kompleks. Oleh karena itu, untuk memeranginya dibutuhkan upaya yang menyeluruh, mulai dari perbaikan dalam pendidikan, penguatan hukum, hingga perubahan budaya dan sistem yang mendukung transparansi dan akuntabilitas.
“Apa sih ? Faktor terjadinya
korupsi di indonesia ? Baik internal maupun eksternal !”
Jawaban pertama:
“Korupsi dapat terjadi jika
adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang
tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa
ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan
juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin
rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis
potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.
adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang
tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa
ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan
juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin
rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis
potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.
Singh (1974), dalam penelitiannya
menemukan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni: kelemahan moral,
tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial.
Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai
demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman.
menemukan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni: kelemahan moral,
tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial.
Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai
demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman.
Di sisi lain Ainan (1982)
menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: Pertma, Perumusan
perundang-undangan yang kurang sempurna. Kedua, Administrasi yang lamban,
mahal, dan tidak luwes. Ketiga, Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang
dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. Keempat, Dimana berbagai macam
korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga
orang berlomba untuk korupsi. Kelima, Manakala orang tidak menghargai
aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah.”
menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: Pertma, Perumusan
perundang-undangan yang kurang sempurna. Kedua, Administrasi yang lamban,
mahal, dan tidak luwes. Ketiga, Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang
dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. Keempat, Dimana berbagai macam
korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga
orang berlomba untuk korupsi. Kelima, Manakala orang tidak menghargai
aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah.”
Jawaban kedua:
“Korupsi ada karena:
1. Faktor eksternal:
• Kesempatan:
Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU,
pengatur/pengelola kebijakan.
Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU,
pengatur/pengelola kebijakan.
• Kebutuhan:
Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan, persyaratan.
Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan, persyaratan.
2. Faktor internal: Moralitas,
Tuntutan Hidup
Tuntutan Hidup
Dua faktor diatas terjadi dalam
hubungan imbal balik “Demand and Supply”. Kalau ada permintaan maka
akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai kapanpun selalu ada,
sedangkan supply bisa diberikan atau tidak. So, kesimpulannya ujung pangkal
terjadinya korupsi adalah disupplynya demand oleh point 1 (a), yang disebabkan
kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat kebijakan,
pengelola dan pelaksana peraturan….”
hubungan imbal balik “Demand and Supply”. Kalau ada permintaan maka
akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai kapanpun selalu ada,
sedangkan supply bisa diberikan atau tidak. So, kesimpulannya ujung pangkal
terjadinya korupsi adalah disupplynya demand oleh point 1 (a), yang disebabkan
kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat kebijakan,
pengelola dan pelaksana peraturan….”
Sumber :
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081122212452AAcdX0R
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081122212452AAcdX0R
Selain itu ada yang beropini
seperti ini:
seperti ini:
“Apa Sebenarnya Akar Korupsi
??”
??”
“Sebagai orang awam, saya
sering dibuat bingung oleh komentar para pejabat, politikus, pakar hukum, tokoh
agama, budayawan, seniman, mahasiswa dan para tokoh lainnya soal KORUPSI.
sering dibuat bingung oleh komentar para pejabat, politikus, pakar hukum, tokoh
agama, budayawan, seniman, mahasiswa dan para tokoh lainnya soal KORUPSI.
Ya, bingung dari mana dan apa sih
AKAR penyebab korupsi yang sebenarnya ? Kalau sudah ketemu akarnya, ujung dan
pangkalnya tentunya kita bisa menentukan langkah penanggulangannya dari mana.
Sepertinya korupsi di negeri ini sudah mendarah daging dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat kita. Dari pemerintah pusat sampai daerah, bahkan sampai
ke pelosok-pelosok pedesaan. Dari perusahaan besar sampai perusahaan menengah
dan kecil. Dari orang-orang berpendidikan tinggi sampai orang yang tak lulus
sekolah dasar (terlalu panjang untuk dituliskan disini). Singkatnya, ke mana
pun kita melangkah, di mana pun kita berada, korupsi selalu ada.
AKAR penyebab korupsi yang sebenarnya ? Kalau sudah ketemu akarnya, ujung dan
pangkalnya tentunya kita bisa menentukan langkah penanggulangannya dari mana.
Sepertinya korupsi di negeri ini sudah mendarah daging dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat kita. Dari pemerintah pusat sampai daerah, bahkan sampai
ke pelosok-pelosok pedesaan. Dari perusahaan besar sampai perusahaan menengah
dan kecil. Dari orang-orang berpendidikan tinggi sampai orang yang tak lulus
sekolah dasar (terlalu panjang untuk dituliskan disini). Singkatnya, ke mana
pun kita melangkah, di mana pun kita berada, korupsi selalu ada.
Masalahnya (lagi-lagi dilihat
dari kaca mata orang awam), sepertinya kita mempermasalahkan korupsi hanya
dipermukaannya saja! Kita terlalu sibuk mempersoalkan dahan, ranting, daun,
bunga dan buah korupsinnya saja. Sedangkan akar penyebab korupsi itu sendiri
kita tidak tahu dengan jelas, tidak bisa mengatakan atau menunjuk dengan tegas,
“Inilah akar korupsi yang sebenarnya!”
dari kaca mata orang awam), sepertinya kita mempermasalahkan korupsi hanya
dipermukaannya saja! Kita terlalu sibuk mempersoalkan dahan, ranting, daun,
bunga dan buah korupsinnya saja. Sedangkan akar penyebab korupsi itu sendiri
kita tidak tahu dengan jelas, tidak bisa mengatakan atau menunjuk dengan tegas,
“Inilah akar korupsi yang sebenarnya!”
Mengapa? mungkin karena posisi
‘akar’ yang tak tampak di permukaan. Sebenarnya akar penyebab korupsi itu apa?
Siapa? Di mana? Dari mana? Apakah ada faktor budaya, faktor keturunan, pola
asuh dan pola didik keluarga, sistem pendidikan, ataukah faktor lingkungan?
Siapa yang memulai? Apakah aparat penegak hukum (jaksa, polisi, hakim) ataukah
mereka yang menyuap polisi, jaksa dan hakim?
‘akar’ yang tak tampak di permukaan. Sebenarnya akar penyebab korupsi itu apa?
Siapa? Di mana? Dari mana? Apakah ada faktor budaya, faktor keturunan, pola
asuh dan pola didik keluarga, sistem pendidikan, ataukah faktor lingkungan?
Siapa yang memulai? Apakah aparat penegak hukum (jaksa, polisi, hakim) ataukah
mereka yang menyuap polisi, jaksa dan hakim?
Karena tidak jelas akar
penyebabnya, akhirnya kita sering dibuat bingung sendiri, dari mana seharusnya
kita mulai memberantas wabah korupsi ini. Apakah harus mulai dari atas atau
dari bawah, dari aparatnya atau pelakunya, dari yang kakap atau yang teri, dari
pejabat atau rakyatnya?
penyebabnya, akhirnya kita sering dibuat bingung sendiri, dari mana seharusnya
kita mulai memberantas wabah korupsi ini. Apakah harus mulai dari atas atau
dari bawah, dari aparatnya atau pelakunya, dari yang kakap atau yang teri, dari
pejabat atau rakyatnya?
Seandainya lembaran hitam praktik
korupsi di negeri ini kita sobek dan kita buang, bagaimana kita akan membuka
lembaran baru? Bagaimana mulai membangun dan membentuk generasi yang bebas
korupsi di masa yang akan datang? Bagaimana kita akan membentuk pribadi-pribadi
yang jujur, bersih, punya integritas, disiplin dan anti korupsi?
korupsi di negeri ini kita sobek dan kita buang, bagaimana kita akan membuka
lembaran baru? Bagaimana mulai membangun dan membentuk generasi yang bebas
korupsi di masa yang akan datang? Bagaimana kita akan membentuk pribadi-pribadi
yang jujur, bersih, punya integritas, disiplin dan anti korupsi?
Jika kita sudah tahu, akar
penyebab korupsi, mudah-mudahan kita bisa melakukan langkah-langkah penanggulangan
atau paling tidak pencegahan. Mungkin kita bisa memulai dari diri-sendiri,
keluarga dan lingkungan di sekitar kita. Mari kita bangun generasi masa depan
yang jujur, bersih dan bebas korupsi !”
penyebab korupsi, mudah-mudahan kita bisa melakukan langkah-langkah penanggulangan
atau paling tidak pencegahan. Mungkin kita bisa memulai dari diri-sendiri,
keluarga dan lingkungan di sekitar kita. Mari kita bangun generasi masa depan
yang jujur, bersih dan bebas korupsi !”
Sumber :
http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=1935
http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=1935
Dari pertanyaan dan jawaban di
atas, mungkin sudah cukup menjelaskan apa saja faktor terjadinya korupsi di
Indonesia.
atas, mungkin sudah cukup menjelaskan apa saja faktor terjadinya korupsi di
Indonesia.