Komunikasi Antar Pribadi

      
Dierah globalisasi sekarang ini
komunikasi sangat diperlukan karena disetiap langka dan gerak kita memelukan
komunikasi tidak ada kehidupan tanpa adanya komunikasi, komunikasi merupakan
kebutuhan tiap individu oleh karena itu banyak sekali ilmu yang membahas
tentang komuniksi.
Dalam kehidupan social ilmu
komunikasi terjadi adanya intraksi social secara indukatif yang berlatar
belakang budaya, bahasa, ideologi, politik, tingkat perkembangan ekonomi dan
sebagainya. Dibandingkan dengan komunikasi yang lain komunikasi internasional
mempunyai kreteria khusus yaitu :  
·         Jenis pesannya bersifat internasional
·         Komunikator dan komunikannya berbeda
kebangsaan
·         Saluran media yang digunakan bersifat
internasional

Sangat Begitu banyak penjelasan
dan pemahaman tentang komunikasi internasional jika kita ingin memperlajari
namun Dalam penjabaran pembahasan nanti hanya menjelaskan berbagai bentuk dan
penjabaran tentang komunikasi internasional hal ini diangkat karena lingkungan
kita saat ini belum begitu mengerti tentang komunikasi internasional dan
manfaatnya, oleh karena itu hadirnya makalah ini sebagai sumbangsi penulis
kepada pembaca untuk mendalami ilmu pengetahuan tentang komunikasi
internasional. Namun dalam penjelasannya tidak begitu lengkap dan menyeluru
diharapkan pembaca dapat mencari buku lain untuk menamba ilmu pengetahuan
tentang Komunikasi Internasional.
  1. KOMUNIKASI INTERNASIONAL

Komunikasi
internasional merupakan salah satu cabang dari ilmu komunikasi. Maka tak
terhindarkan, komunikasi internasional pun menggunakan atau meminjam konsep
ilmu komunikasi pada umumnya antar lain: defenisi komunikasi, komponen
komunikasi, model-model komunikasi, perspektif komunikasi, faktor manusia dalam
komunikasi, faktor media dalam komunikasi, dan hambatan
dalam komunikasi. Konsep-konsep dasar tersebut perlu dipelajari lebih
dahulu untuk memperoleh pemahaman yang benar tentang komunikasi internasional,
kemampuan menganalisis jalannya komunikasi internasional, serta dapat
mengantisipasi segala hambatan dan gangguan dalam kegiatan komunikasi sehingga
komunikasi yang dilancarkan akan berlangsung efektif dan berhasil. Perlu
diingat, bahwa hal paling penting dalam komunikasi adalah tercapainya tujuan
komunikasi, yakni pesan-pesan yang disampaikan komunikator dapat diterima
komunikan sehingga ia tergerak untuk bersikap atau bertindak.

2.  DEFINISI KOMUNIKASI

Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa Latin commnico yang
berarti membagi. Yang dimaksud membagi adalah membagi gagasan, ide atau pikiran
antara seseorang dan orang lain (Cangara, 2002:18). Communico berakar dari kata
communis yang berarti sama, sama arti atau sama makna (Effendy, 1992:54). Dalam
komunikasi, hakikatnya harus terkandung kesamaan makna atau kesamaan
pengertian. Tidak ada kesamaan pengertian di antara mereka yang melakukan
komunikasi, komunikasi tidak akan berlangsung. Tegasnya
tidak ada komunikasi.
Secara terminologis, para ahli komunikasi mendefenisikan komunikasi dari
berbagai perspektif, yakni perspektif filsafat, sosiologis, dan psikologis.
Dalam perspektif filsafat, komunikasi dimaknai untuk mempersoalkan apakah
hakikat komunikator-komunikan, dan bagaimana mereka menggunakan komunikasi
untuk berhubungan dengan realitas di alam semesta (Rakhmat, 1997:8).
Dari perspektif psikologis, Hovland, Janis, dan Kelly (dalam Rakhmat, 1997:3)
mendefinisikan komunikasi sebagai ”the process by which an individual (the
communicator) transmits stimulus (usually verbal) to modify the behavior of the
other individuals (the audience).” Artinya, komunikasi adalah proses yang
ditempuh seorang individu (komunikator) untuk menyampaikan stimulus (biasanya
dengan lambang kata-kata) guna mengubah tingkah laku orang lain (komunikan). 
Lantas, Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi komunikasi
behaviorisme sebagai upaya untuk menimbulkan respons melalui lambang-lambang
verbal. Dipandang dari perspektif sosiologis, Colin Cherry (1964) mendefinisikan
komunikasi sebagai upaya untuk membuat satuan sosial yang terdiri dari
individu-individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Harnack dan Fest (1964)
menganggap komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang-orang untuk
tujuan integrasi intrapersonal dan interpersonal. Edwin Neumann mendefinisikan
komunikasi sebagai proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi berfungsi (Rakhmat, 1997:8).
Bernard Berelson dan Garry A. Stainer (1978) dalam karyanya, Human Behavior,
mendefinisikan komunikasi sebagai berikut: “Komunikasi adalah penyampaian
informasi, gagasan, emosi, keterampian dan sebagainya dengan menggunakan
lambang-lambang, kata-kata, gambar, bilangan, mimik wajah, gerak-gerik atau
bahasa tubuh, sikap, suara, tulisan, grafik, telegram, telepon, cetakan, dan
apa saja yang merupakan penemuan mutakhir.”
Sementara itu, Charles Cooley (1990) membuat definisi komunikasi sebagai
berikut: “Komunikasi adalah mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan
antarmanusia dan mengembangkan semua lambang pikiran besama-sama dengan sarana
tertentu untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu.
Dibandingkan dengan definisi-definisi lain, definisi versi Cooley merupakan
yang lengkap dan menarik. 
Definisi tersebut memiliki beberapa unsur. pertama, ide dari komunikasi sebagai
dasar yang hakiki bagi hubungan manusia. Kedua, di dalam komunikasi terdapat
mekanisme simbolisasi pesan (kata-kata, kial, gambar, lambang, dan sebagainya)
dan alat-alat bagi pengoperan objek dari hubungan tersebut (informasi, gagasan,
pengalaman, dan sebagainya). Ketiga, komunikasi sebagai proses yang menyebabkan
hubungan tersebut menjadi satu kegiatan atau peristiwa. Barangkali, kekurangan
definisi Cooley, ia tidak secara
tegas menyebutkan tujuan komunikasi.
Dengan demikian, jelaslah bahwa komunikasi merupakan proses pengekspresian
pikiran dan perasaan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk
mengubah sikap pada diri komunikan dengan menggunakan lambang-lambang.
Komunikasi akan efektif apabila pikiran itu timbul dari benak yang jernih dan
perasaan itu muncul dari lubuk hati yang bersih.

3. KOMPONEN KOMUNIKASI

Sebagaimana diungkapkan Ujang (2007:9), bahwa
dalam
perkembangan mutakhir,
para pakar komunikasi kontemporer yang tergabung dalam The United Aristotelian
Description of Communication membagi komponen komunikasi menjadi sepuluh
komponen (De Vito, dalam Fred E. Jandt, 1998:26). Kesepuluh komponen tersebut yaitu:


1. Source
(sumber) adalah sumber atau individu yang menyampaikan pesan. Boleh jadi,
sumber itu adalah seseorang yang berbicara, menulis, menggambar, memberi
isyarat atau suatu organisasi komunikasi seperti sebuah redaksi surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio film.

2. Encoding (proses penyandian) adalah proses penyandian atau pengalihan pesan dalam bentuk lambang-lambang.
3. Message (pesan) adalah pesan yang merupakan seperangkat lambang-lambang yang
bermakna yang disampaikan sumber. Lambang-lambang itu bisa bersifat verbal
(kata-kata lisan atau tulisan) maupun nonvebal (gerak, gambar, isyarat, kial, dan sikap).
4. Channel (saluran) adalah saluran atau media yang dipakai oleh sumber dan
penerima pesan dalam berkomunikasi. Saluran yang digunakan bisa dua, tiga, atau
empat saluran secara serentak. Misalnya, ketika berbicara atau mendengarkan,
kita menggunakan saluran visual. Apabila kita mencium bau-bauan, menggunakan
saluran olfaktori (saluran penciuman). Tatkala kita saling menyentuh,
menggunakan saluran taktil. Saluran bisa juga berupa media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan
buletin; atau media elektronik, seperti televisi, radio, film, dan Internet.
5. Noise (hambatan) adalah gangguan yang menerpa proses komunikasi
yang dapat mengakibatkan diterima atau tidaknya pesan pada diri komunikan.
Gangguan ini bisa berupa gangguan semantik (bahasa), psikologis (kejiwaan),
sosiologis (status sosial),antropologis (perbedaan etnis), atau ekologis (lingkungan).
6. Receiver (penerima) adalah penerima pesan dari komunikator. Komunikan ini
bisa sendiri atau sekelompook orang, bahkan suatu komunitas tertentu, seperti
kelompok pendengar radio, penonton televisi, atau pembaca koran.
7. Decoding (proses penerimaan) adalah proses penangkapan, pemahaman, dan
penerimaan pesan oleh komunikan dari komunikator. Proses decoding ini
memerlukan kesiapan komunikan untuk menerima pesan dalam kondisi apapun.
8. Receiver respons (tanggapan penerima) adalah tanggapan atau seperangkat
reaksi dari komunikan yang timbul setelah menerima pesan. Hal ini berkenaan
dengan reaksi spontanitas yang dirasakan oleh komunikan.
9. Feedback (umpan balik) adalah umpan balik atau tanggapan dari komunikan
kepada komunikator. Umpan balik ini bisa berasal dari dalam diri atau dari
luar. Efek komunikasi adalah pengaruh yang terjadi pada diri komunikan. De Vito
(1997:29) mengatakan, bahwa pada setiap komunikasi selalu ada konsekuensi.
Pertama, memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana menganalisis, membuat
sintesis atau mengevaluasi sesuatu. Ini adalah efek kognitif. Kedua, memperoleh
sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi, dan perasaan. Ini disebut
dampak afektif. Ketiga, memperoleh cara-cara bertindak baru seperti cara
melemparkan bola atau menulis feature, selain perilaku verbal dan nonverbal
yang baik. Inilah efek psikomotorik.
10. Context (situasi komunikasi) adalah situasi atau lingkungan yang mencakup
rasa persahabatan atau permusuhan, formal atau informal,
serius atau santai, dan sebagainya.
Membahas komponen komunikasi tidaklah lengkap bila tidak menampilkan pendapat
Harold D. Lasswell. Sebagaimana dikutip Effendy (1994:13), Laswell menyusun
formulasi komuikasi dengan menjawab pertanyaan paradigmatis :
1. Who (siapa yang berbicara)
2. Says what (apa yang dibicarakan)
3. In which channel (menggunakan saluran apa)
4. to whom (kepada siapa)
5. With what effect (bagaimana pengaruhnya)
Jadi, berdasarkan formulasi tersebut, komunikasi adalah proses penyampain pesan
oleh komunikator kepada komunikan melalui media hingga menimbulkan efek
tertentu. Menurut pendapat penulis, tidak mungkin komunikasi dilakukan tanpa
niatan atau tujuan (intention). 
Di dalamnya pasti terkandung niatan/tujuan tertentu. Tujuan itu bisa dinyatakan
secara eksplisit (terus terang), tetapi kebanyakan dinyatakan secara implisit
(terselubung). Tujuan atau niatan komunikator dalam berkomunikasi dapat
diketahui melalui simbol-simbol yang digunakan dalam pesan-pesan yang
disampaikan, Karena alasan ini, menurut pendapat penulis, teori komunikasi
sebagaimana dicakup dalam paradigma Lasswell itu perlu dilengkapi hingga
menjadi:
1. Who
2. Says what In which channel
3. To whom For what intention
4. With what effect.
Dari paradigma tersebut, dapat dilakukan kajian lebih lanjut sebagai berikut:
1. Communication/control analysis
2. Content analysis
3. Media analysis
4. Audience analysis
5. Motive analysis
6. Effect analysis

4. MODEL-MODEL KOMUNIKASI

1. Model Jarum Hipodermik

Secara hafiah, hipodermik (hypodermic) berarti di bawah kulit. Dalam
hubungannya dengan komunikasi massa, istilah
”model jarum hipodermik” (hypodermic needle model) mengandung anggapan dasar
bahwa media massa menimbulkan efek yang kuat,
terarah, segera, dan langsung terhadap massa komunikan. 
Efek yang segera dan langsung itu sejalan dengan pengertian
perangsang-tanggapan (stimulus-respons). Media massa
digambarkan sebagai jarum hipodermik raksasa yang membius massa komunikan yang pasif. Menurut Elihu
Kattz, model tesebut terdiri dari media massa
yang sangat ampuh, yang mampu memasukkan ide-ide pada
benak khalayak hingga tak berdaya.
2. Model Komunikasi Satu Tahap
Model ini merupakan pengembangan dari teori komunikasi jarum hipodermik. Pesan
yang disampaikan melalui media massa
langsung ditujukan kepada komunikan tanpa perantara, misalnya pemimpin
pendapat. Namun, pesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan juga tidak
menimbulkan efek yang sama pada setiap komunikan.
3. Model Komunikasi Dua Tahap
Disebut komunikasi dua tahap karena model komunikasi ini dimulai dengan tahap
pertama sebagai proses komunikasi antarpesona. Model ini menggambarkan bahwa
pesan lewat media massa
diterima oleh individu (pemimpin pendapat) yang terinformasi (well informed). 

Para pemimpin pendapat itu menginterpretasi
setiap pesan sesuai dengan frame of referente dan field of experience yang ada
pada dirinya.

4. Model Komunikasi Multitahap
Model komunikasi multitahap menyatakan bahwa dalam laju komunikasi dari
komunikator kepada komunikan terdapat sejumlah saluran yang berganti-ganti,
artinya beberapa komunikan menerima pesan langsung dari komunikator melalui
saluran media massa,
lalu menyebarkan kepada komunikan lainnya. Pesan terpindahkan beberapa kali
dari sumbernya melalui beberapa tahap.
5. Model Gerhard Maletzke
Gerhard Maletzke membuat modelnya berdasarkan elemen-elemen klasik yaitu pesan,
media, dan komunikan. Tetapi, di antara media dan komunikan ia menambahkan
elemen lain yaitu tekanan (kelebihan) atau kendala (kekurangan) media, dan
citra media. Semua itu mempunyai pengaruh terhadap cara komunikan
memperlakukannya.
6. Model Melvin de Fleur
Hampir sama dengan Wilbur Schramm, Melvin de Fleur memahami komunikasi dengan
paradigma transmitter-message-channel-receiver-destination-feedback-noise.
Menurut model Melvin de Fleur, transmitter atau sumber itu sendiri dianggap
sebagai sebuah fase penyampaian pesan dalam komunikasi massa. Message adalah gagasan, ide, pikiran,
perasaan, yang disampaikan transmitter kepada receiver. Channel adalah media
yang mengantarkan informasi. Receiver berfungsi sebagai penerima dan decoder
informasi. 
Destination berfungsi menginterpretasi pesan menjadi sebuah makna. Feedback
adalah tanggapan yang disampaikan receiver kepada transmitter. Model ini
mengemukakan, bahwa dalam proses komunikasi bisa trejadi noise (gangguan) pada
semua komponen komunikasi mulai dari transmitter, channel, receiver, maupun destination. 
Misalnya, gangguan yang terjadi pada sumber bisa bersifat semantik, atau
kepentingan subjektif, Gangguan pada channel bersifat teknis. Gangguan pada
receiver bisa berupa interpretasi yang kurang tepat karena keterbatasan
pengetahuan, wawasan, pendidikan, dan sebagainya.
7. Model HUB (Hierbert Ungurait Bohn)
Model HUB menunjukan bahwa proses komunikasi massa merupakan proses yang sirkuler, dinamis
dan terus berkembang. Model ini berbentuk lingkaran untuk menunjukkan bahwa
komunikasi adalah satu rangkaian aksi dan reaksi. 
Model HUB mengibaratkan komunikasi sebagai proses yang mirip dengan peristiwa
ketika sebuah batu kerikil dilemparkan ke dalam kolam, kerikil itu akan
menimbulkan riak-riak yang akan terus membesar sampai menyentuh tepian kolam,
dan memantul kembali ke tengah pusat riak. Isi komunikasi bisa berupa ide atau
peristiwa seperti batu kerikil yang dilemparkan ke dalam kolam permasalahan manusia.
8. Agenda Setting Model
Agenda setting adalah pemilihan dan penonjolan isu tertentu yang dilakukan
redaktur media massa
yang lazim disebut penjaga gawang (gatekeeper). Media massa memberikan uji kasus tentang isu yang
bernilai lebih penting. 
Agenda setting menekankan adanya hubungan positif antara penilaian yang
diberikan media massa
pada satu isu dengan perhatian yang diberikan khalayak pada isu tersebut.
Dengan kata lain, apa yang diabaikan atau dianggap penting oleh media massa akan diabaikan
atau dianggap penting pula oleh masyarakat.
9. Model Komunikasi Linier
Komunikasi pada umumnya dianggap sebagai suatu fungsi linier. Seseorang mengomunikasikan
pesan-pesannya melalui sebuah saluran kepada seorang penerima, yang kemudian
memberikan umpan balik kepada pengirim tersebut (Gonzales, dalam Jahi, 1988:6).
10. Model Komunikasi Sirkuler
Orientasi pengertian komunikasi sebagai suatu proses adalah bahwa komunikasi
itu proses yang kompleks, berlanjut dan tidak bisa berubah dengan sendirinya.
David K. Berlo (dalam Miller, 2001:5) menyatakan: ”Kita memandang bahwa
peristiwa dan hubungan adalah suatu proses yang dinamis terus-menerus berubah secara
berlanjut. Ketika kita menyatakan komunikasi sebagai proses itu berarti
komunikasi tersebut tidak memiliki permulaan, akhir, atau urutan peristiwa yang
telah ditetapkan. Komunikasi tidaklah statis tetapi bergerak . Unsur-unsur di
dalam suatu proses saling berhubungan;
masing-masing memengaruhi satu sama lain.”

5. FAKTOR MANUSIA DALAM KOMUNIKASI

Secara ontogenetis, manusia berbeda pula antra yang satu dengan yang lainnya
disebabkan pengalaman dan pendidikannya. Secara sosiologis, manusia juga berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya sebagai akibat dari hasil hubungan
sosial dan interaksi sosialnya.
Dalam komunikasi politik internasional, seorang ahli perang urat syaraf
(psy-war) sudah terbiasa meneliti seorang tokoh politik atau negarawan yang akan
dijadikan sasaran komunikasinya, tidak hanya berkisar pada pekerjaannya dan
cita-citanya, tetapi sampai pada siapa ayahnya, ibunya, kakeknya, dan neneknya
dan apa pula pekerjaan mereka.
Timbul pertanyaan: komunikasi itu selalu secara verbal, selalu menggunakan
kata-kata, selamanya bersifat lidah? Jawabannya: tidak selalu. Ada kalanya komunikasi dilakukan secara
nonverbal, tanpa kata-kata.
Dalam hubungan dengan komunikasi nonverbal ini, Bung Hatta merupakan contoh
yang tepat, ia lebih banyak berkomunikasi secara nonverbal, dengan gerak-gerik
dan perilaku. Ia tidak pernah berseru agar rakyat hidup sederhana seperti
banyak dilontarkan oleh para pemimpin lainnya, tetapi ia sendiri memberi contoh
bagaimana hidup sedaerhana. Ia tidak berkoar-koar lantang di atas mimbar supaya
rakyat Jujur, tetapi ia sendiri menunjukan dirinya sebagai orang Jujur, dan
sebagainya. Komunikasi Bung Hatta Sangat ampuh, menimbulkan dampak yang Sangat
mengesankan, yang bukan hanya seketika, melainkan untuk masa abadi yang tidak ada batasnya.

6. PENGARUH KONSEP DALAM KOMUNIKASI

Dalam berkomunikasi, manusia mempergunakan konsep-konsep yang berlaku dalam
benaknya, yaitu: konotasi, persepsi, homofil, heterofili, empati, persuasi,
bidang keahlian, dan dinamika kepribadian. Selain itu, dalam berkomunikasi
manusia juga Sangay kuat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang melingkupi
sebagai factor eksternal.
1. Konotasi
Dalam benak manusia tersimpan beraneka ragam memori dan konsep, salah satunya
hádala konotasi. Konotasi menyangkut kata-kata sebagai senjata komunikasi.
Dalam memlih kata-kata untuk menyatakan suatu pesan perlu disadari, bahwa
lambang kata yang mungkin memunyai pengertian yang berbeda bagi setiap orang.
Kata-kata mengandung dua pengertian, yakni denotatif¬ dan konotatif. Pengertian
denotatif adalah pengertian biasa sebagaimana diartikan dalam kamus yang
diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang
sama. Pengertian konotatif adalah pengertian emosional dan mengandung penilaian
tertentu (emocional or evaluative meaning) bedasarkan latar belakang dan pengalaman seseorang.
2. Persepsi,

Field of
Experience dan Frame of Reference

Menurut Rakhmat, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan (2007:51).
Dalam komunikasi, perhatian terhadap persepsi adalah satu hal yang mendasar.
Efektivitas komunikasi antara lain ditentukan faktor persepsi. Salah persepsi
bisa berakibat fatal, miscommunication dapat memunculkan
misconception,misconception dapat menimbulkan miscommunication
3. Homofili (Kesamaan)
Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan (homofili) sering dipakai
komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya (Rakhmat 2007:32). Orang menjadi
terhormat dalam pandangan orang lain karena duduk berdampingan dengan anggota
kabinet atau berjabatan tangan dengan presiden.
Sebagaimana dikutip Rakhmat, William Albyk memperkenalkan istilah meaningful
symbol, yakni lambang yang mengandung arti sama-sama dimengerti oleh
komunikator dan komunikan.Dengan demikian, seorang pemimpin atau seorang
diplomat tidak akan mungkin mencapai tujuan komunikasinya jika ia tidak
memperhatikan faktor homofili.Para ahli komunikasi yang lain menjelaskan arti
homophili untuk menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi dan
memiliki kesamaan dalam sifat (atribut) seperti kepercayaan, nilai, pendidikan,
status sosial, dan sebagainya.
Hubungan sosial lebih erat terjadi antar perorangan yang masing-masing memiliki
persamaan dalam pekerjan pendidikan.Lebih sering berkomunikasi akan lebih besar
kemungkinan terjadinya homophili.
3. Heterofili (perbedaan)
Heterofili didefinisikan sebagai derjat dari pasangan orang-orang yang
berinteraksi yang memiliki sifat-sifat tetentu yang berbeda. Orang-orang yang
mengingkari homofili dan berupaya berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
dengannya, bisa menemukan kekecewaan dalam komunikasi. Semua itu menyebabkan
adanya heterofili dalam bahasa dan konsep sehingga pesan-pesan yang mereka sampaikan
sulit diterima dan bahkan diabaikan.
4. Empati
Empati erat sekali hubungannya dengan keragka referensi dan kondisi komunikan,
serta situasi pada saat komunikasi berlangsung, Empati berada di pihak
komunikator. Empati berarti kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya
kepada perasaan orang lain. Komunikasi akan sukses apabila kita memiliki
kemampuan empati, yakni jika kita dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain.
5. Persuasi
Persuasi adalah upaya untuk meyakinkan atau menanamkan pengaruh kepada orang
lain dengan cara membujuk sehingga orang lain itu bersedia menerima pesan dan
melakukan tindakan seperti yang dikehendaki. Teori ini mencakup teori
psikoanalisis yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh
keinginan terpendam (homo falens). Teori komunikasi interpesonal banyak
dipengaruhi konsepsi psikologi humanistis yang menggambarkan manusia strategi
transaksional dengan lingkungannya (homo ludens).
6. Keahlian
Para ahli psikologi memandang komunikasi justru pada prilaku komunikasi. Sedang
kan ahli
liguistik melihat pada komponen-komponen yang membentuk struktur pesan. Ahli
teknik memperhatikan berapa banyak gangguan (noise) yang terjadi selama proses
komunikasi sebelum pesan sampai pada komunikan hingga komunikasi berakhir, dan
berapa banyak pesan yang hilang.
7. Dinamika Kepribadian
Situasi dan kondisi sangat berpengaruh pada berlangsungnya komunikasi. Yang
dimaksud dengan situasi adalah suasana pada saat pesan akan disampaikan.
Sedangkan kondisi adalah keadaan fisik dan emosi komunikan saat komunikasi
berlangsung.

7. ASPEK MEDIA DALAM KOMUNIKASI

Dalam proses komunikasi melalui media terdapat dua jenis proses. Menurut
Effendy (1992:63), Edward Sapir memberi istilah primary processes dan secondary
tehniques. Dengan bahasa, seseorang akan memahami pikiran atau perasaan orang
lain. Sikap yang diekspresikan melalui bahasa belum tentu merupakan ungkapan
sikap sebenarnya. Peliknya bahasa sebagai media komunikasi ialah karena bahasa
mengandung pengertian konotatif selain denotatif. Media komunikasi yang kedua
bersifat teknis dan berfungsi sebagai penerus atau pelipatganda pesan yang
telah diinformasikan dengan bahasa tadi. Tetapi dalam keserbanekaan media
komunikasi, seorang komunikator harus pandai memilih media mana yang paling efektif
untuk menyampaikan pesannya.

8. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI

Setiap kegiatan komunikasi, baik komunikasi antarpersonal, komunikasi
kelompok, maupun komunikasi massa
sudah dapat dipastikan akan menghadapi berbagai hambatan. Jenis-jenis hambatan
komunikasi pada intinya terdiri dari hambatan psikologi, hambatan
sosiokultural, dan hambatan interaksi verbal. Setiap komunikator selalu
menginginkan komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung efektif tanpa hambatan.
1. Hambatan Psikologi
Hambatan komunikasi yang termasuk dalam hambatan psikologi adalah perbedaan
kepentingan (interest), prasangka (prejudice), stereotip (stereotype),
indiskriminasi (indiscrimination) dan rendahnya motivasi (motivation).
2. Hambatan Sosiokultur
Hambatan sosiokultur dalam komunikasi terbagi kedalam lima unsur yaitu keragaman etnik, perbedaan
norma sosial, kekurangmampuan dalam berbahasa termasuk faktor semantik, dan
pendidikan yang kurang merata.
3. Hambatan Interaksi Verbal
DeVito (1984) menemukan tujuh jenis hambatan yang sering terjadi pada
komunikasi antarpesonal yang ia sebut sebagai barriers to verbal interaction.
Pada komunikasi antarpesanal, hambatan-hambatan itu dapat terjadi pada pihak
komunikator dan komunikan sekaligus secara bersama-sama atau masing-masing.
4. Hambatan Mekanis
Hambatan teknis sebagai konsekuensi penggunaan media massa. Hambatan mekanis pada media televisi
terjadi pada saat stasiun atau pemancar penerima mendapat gangguan secara
teknis maupun akibat cuaca buruk.

9. KOMUNIKASI INTERNASIONAL
PERSPEKTIF JURNALISTIK
Masalah yang melingkupi hubungan antar bangsa begitu luas, rumit dan
kompleks. Adanya konflik kepentingan antara satu negara dengan negara lain
telah membuat peran komunikasi internasional semakin penting untuk
mempertemukan, atau menjembatani konflik kepentingan tersebut hingga
mengukuhkan suatu ikatan kerja sama internasional yang saling menguntungkan.
Bisa dibayangkan, tanpa komunikasi internasional, suatu negara akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya dengan negara lain, dan bukan mustahil
bisa terkucil dari pergaulan internasional.

Pentingnya komunikasi internasional bagi para diplomat dan konsuler atau
masyarakat pada umumnya sudah diakui secara luas. Dengan mempelajari komunikasi
internasional, seseorang dapat memahami bagaimana menciptakan dan memelihara
hubungan internasional yang dinamis. Bagi seorang diplomat, pengetahuan itu
bisa digunakan sebagai bahan mentah untuk menentukan strategi perundingan. Bagi
seorang politisi internasional, hal itu bisa dimanfaatkan untuk memberikan
prediksi-prediksi tentang kecenderungan arah politik internasional pada masa
mendatang. Bagi seorang pengamat komunikasi internasional, hal itu bisa
dimanfaatkan untuk menilai keberhasilan dan dampak yang mungkin ditimbulkan
oleh komunikasi internasional.
Komunikasi internasional lazimnya dipelajari dari berbagai
perspektif: jurnalistik, diplomatik, propagandistik, kulturalistik, dan bisnis.
Buku ini mengupas tuntas komunikasi internasional  dari perspektif
jurnalistik mulai dari konsep dasar komunikasi internasional, cakupan
komunikasi internasional, bentu-bentuk komunikasi internasional, system berita
dan peran agen berita internasional, dimensi berita internasional, sampai pada
masalah-masalah mutakhir komunikasi internasional.
Dalam perspektif jurnalistik, Komunikasi Internasional adalah studi
tentang berbagai macam interaksi yang lebih bersifat mass mediated
communication (MMC) yang dilakukan antara dua atau beberapa negara yang berbeda
latar belakang budaya, bahasa, ideologi, politik, tingkat perkembangan ekonomi,
dan sebagainya.
Komunikasi internasional dalam arti bersifat mass mediated
communication (MMC), berbeda dengan bidang-bidang komunikasi lainnya.
Komunikasi Internasional berbasis MMC memfokuskan perhatiannya lebih  kuat
pada isu-isu sosial dan politik, ekonomi, dan kebudayaan serta pemanfaatan
jaringan media massa
internasional. Dalam konteks ini, ada tiga kriteria yang membedakan komunikasi
internasional dengan bentuk komunikasi lainnya, sebagai berikut:
Jenis pesannya bersifat internasional
Komunikator dan komunikannya berbeda kebangsaan
Saluran media yang digunakan bersifat internasional
Kegiatan komunikasi internasional dalam perspektif jurnalistik
lazimnya dilakukan melalui saluran media cetak dan media elektronik berupa
pertukaran informasi tentang peristiwa internasional untuk memengaruhi opini
publik internasional, menemukan peluang bisnis, atau mendorong upaya kerja
sama. Di sini para jurnalis termasuk pengamat dan penulis berperan besar dalam
komunikasi internasional karena mereka mampu memengaruhi persepsi dan opini
publik internasional baik dari kalangan kelompok pemerintah maupun kelompok
masyarakat.
Dalam perspektif jurnalistik, komunikasi internasional dilakukan
melalui media massa cetak (surat
kabar, majalah, tabloid, dan berbagai publikasi cetak lainnya), dan juga
melalui media massa
elektronik (radion, televise, film, video, dan internet). Kegiatan komunikasi
internasional lazimnya berlangsung secara wajar, objektif, dan alami. Kegiatan
ini bersifat netral dan menghindari sikap sengaja memojokkan pihak lain.
Walaupun demikian, ada kemungkinan perspektif jurnalistik digunakan secara
subjektif untuk kepentingan propaganda dengan tujuan akhir mengubah kebijakan
dan kepentingan satu negara atau memperlemah posisi negara lawan atau negara
lain yang dipandang tidak/kurang bersahabat.
Buku ini sangat penting bagi para mahasiswa fakultas ilmu
komunikasi, fakultas ilmu social dan ilmu politik, praktisi komunikasi
internasional, politisi, dan siapa saja yang berminat terhadap masalah
komunikasi internasional.


Sekilas Tentang Komunikasi Internasional
Komunikasi internasional sebagai sebuah bidang kajian memfokuskan
perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir
melalui batas-batas negara. Subyek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu
sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat
di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang
mendasarinya. Pendekatan yang digunakan bersifat makro, dengan aktor-aktor
non-individual sebagai unit analisa, dan dekat dengan wilayah disiplin ilmu
hubungan internasional atau ekonomi politik internasional.
Dalam perkembangannya, terdapat empat pendekatan dominan dalam
disiplin komunikasi internasional: idealistic-humanistic, political
proselytization, informasi sebagai kekuatan ekonomi, serta informasi sebagai
kekuatan politik. Masing-masing pendekatan memiliki kekuatan dan kelebihannya
sendiri-sendiri, sehingga mata kuliah ini tak akan menggunakan hanya salah satu
pendekatan tersebut.
Dilihat dari pelakunya, komunikasi internasional dapat dipandang
sebagai terbagi antara official transaction, yakni kegiatan komunikasi yang
dijalankan pemerintah, dan unofficial transaction (atau disebut juga interaksi
transnational), yakni kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah.
Untuk jangka waktu yang lama, transaksi formal antarpemerintah dianggap paling
menentukan. Namun semakin banyak ditunjukkan bahwa tidak saja transaksi
transnasional lebih intensif dilakukan, namun dampaknya pun bisa lebih
menentukan.
Komunikasi International sebagai Fenomena
Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama komunikasi
internasional, menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi
negara yang diwakilinya dalam percaturan politik internasional. Pemerintah
dapat menjalankan langkah-langkah yang berefek politik langsung, seperti:
diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung,
seperti: mempromosikan pendidikan internasional.
Perkembangan komunikasi internasional sendiri selama sepanjang abad
20 ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi sejarah. Pertama, perang dingin dan
perebutan hegemoni ekonomi politik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang
baik secara langsung ataupun tidak langsung telah melibatkan seluruh negara di
dunia ini. Dunia menjadi ajang bukan hanya pertarungan politik, melainkan juga
pertarungan informasi. Kedua, bangkitnya negara-negara baru/berkembang yang
bisa diindikasikan dengan lahirnya berbagai gerakan solidaritas, yang dalam
wilayah komunikasi diwakili dengan lahirnya gerakan tata informasi dunia baru.
Ketiga, terbentuknya sistem ekonomi dunia ke arah globalisasi, yang mendorong
berlangsungnya komunikasi antarnegara untuk mendukung kepentingan ekonomi.
Terakhir, adalah perkembangan teknologi komunikasi yang kendatipun mempercepat
pengaliran arus informasi, namun juga dikhawatirkan memperlebar jurang ekonomi
antara negara maju dan negara berkembang
Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post

Stunnel

Next Post

BAYANGAN Didalam Psikology

Related Posts
Total
0
Share